Dalam beberapa peristiwa dalam Alkitab kita melihat bahwa  Allah merupakan pusat dari kegiatan musik. Misalnya : 
- Tembok Yerikho runtuh pada waktu terompet dibunyikan (Yosua 6 : 4-20),
 - Elisa memerlukan seorang pemain musik untuk bermain baginya agar Roh Allah turun ke atasnya (2 Raja-Raja 3 : 15), dll.
 
Puncak dari pelayanan musik terjadi  pada waktu pentahbisan Bait Allah jaman Raja Salomo, ketika kemuliaan  turun memenuhi Bait Allah saat musik dimainkan (2 Tawarikh 5 : 11-14). 
Kitab Mazmur adalah kitab nyanyian bani Israel, di dalamnya kita temukan  beberapa alat musik yg dapat dipakai untuk beribadah. Dengan melihat  jumlah alat musik yang disebut, kita pasti yakin bahwa semua alat musik  yg terdapat pada masa itu dipakai semuanya tanpa kecuali, sehingga hal  ini membuktikan bahwa musik dalam Perjanjian Lama bukan hanya musik yg  tenang dan khidmat saja, tetapi kadang juga ramai seperti yg dikatakan  oleh Mazmur 100:1 ” Bersorak-soraklah bagi Tuhan, hai seluruh bumi.”
Sebaliknya dalam Perjanjian Baru, kita menemukan musik vokal lebih  daripada musik instrumental. Tetapi penggunaan musik vokal di sini tidak  bermaksud untuk menghilangkan penggunaan alat musik. Melainkan untuk  menunjukkan bahwa musik mempunyai tempat yg penting sebagai sarana untuk  mengungkapkan pujian kepada Allah. 
Perjanjian Baru menganjurkan agar  umat Kristen menyanyikan mazmur, nyanyian rohani dan puji-pujian bagi  Tuhan seperti yg terdapat dalam Efesus 5:18-21, Kolose 3 : 16, I  Korintus 14:15, dan Yakobus 5 : 13. 
Don Hustad seorang tokoh dalam  bidang musik gereja dan bekas pemain orhan dalam kampanya KKR Dr.Billly  Graham, melihat bahwa Perjanjian Baru menekankan tentang peranan manusia  dan asal-usul musik yang Ilahi. Ia berkata bahwa musik itu mengalir  keluar dari pengalaman manusia.
Dari ayat-ayat di atas kita yakin bahwa Perjanjian Baru tidak menolak  penggunaan musik. Perjanjian Baru dibuka melalui sebuah OVERTURE, yaitu  nyanyian malaikat untuk kedatangan Mesias. Yesus sebagai tokoh utama  tidak juga menolak musik. IA tetap memegang tradisi untuk menyanyikan  pujian sesudah Perjamuan Paskah (Matius 26 : 26-30, Markus 14 : 26). 
Rasul Paulus dan Silas memuji-muji Tuhan ketika berada dalam penjara  hingga pintu dan belenggu terlepas (Kisah Para Rasul 16 : 25-30). Puncak  dari musik Gereja dapat kita baca dalam kitab Wahyu. Sejak awal yg  dimulai dengan penglihatan Yohanes atas Takhta Allah samapai pada  penglihatan tentang Yerusalem Baru suara musik memenuhi kitab ini. Dalam  kitab Wahyu kita melihat suatu program liturgi ibadah dan penyembahan  yg sangat indah. Kita melihat demonstrasi peleburan antara musik dan  ibadah. Hal ini juga membuktikan bahwa musik mempunyai dimensi  eskatologi. Kitab ini cocok sekali jika disamakan suatu lagu penutup  dari sebuah konser musik dari Perjanjian Baru atau bahkan Alkitab.
Musik dan ibadah tidak dapat dipisahkan, sehingga untuk mencapai  hasil yang prima dalam ibadah kita harus menggabungkan keduanya. Oleh  karena itu peranan musik adalah : ”Untuk menciptakan kesadaran akan  kehadiran Allah dan suasan untuk ibadah, menghidupkan jiwa manusia,  menyatukan jemaat dalam suatu pengalaman ibadah bersama dan menyatakan  iman jemaat”. Dengan kata lain, musik dapat menjembatani hubungan antara  iman seseorang dengan perasaan dan sikap hidupnya.
Waktu sekarang ini yang kita lihat adalah hal yg memprihatinkan di  bidang musik gereja. Karena sekarang ini yg memegang kendali musik bukan  lagi Gereja, tetapi sebaliknya Gereja banyak dipengaruhi oleh musik  sekuler. Bahkan di mana-mana musik gereja menjadi suatu usaha bisnis  yang besar dan menguntungkan. Memang hal ini tidak dapat dicegah sesuai  dengan perkembangan zaman dan teknologi modern yg ditemukan oleh umat  manusia. Tetapi yg menyedihkan adalah musik tidak berperan aktif lagi  dalam ibadah Kristen, baik secara kelompok maupun secara perseorangan. 
Ada kalanya musik telah dieksploatir atau dimanipulasikan sebagai  entertainment saja atau untuk menggugah emosi. Meskipun jemaat mendapat  porsi yg cukup banyak dalam menyanyi, tetapi porsi ini tidak cukup  menjamin bahwa jemaat telah dipersiapkan untuk menerima Firman Tuhan dan  pengalaman ibadah yg memuaskan. 
Kadang-kadang yg kita temukan di gereja  adalah susunan liturgi dengan nyanyian-nyanyian yg dari minggu ke  minggu dipakai tanpa perubahan sehingga kita dapat menerka nyanyian apa  yg akan dinyanyikan sedudah acara ini dan sebagainya. Bahkan Paduan  Suara Gereja yang menempati suatu acara yg cukup penting seringkali  tidak dapat mempersiapkan sidang dalam beribadah. Keluhan yg sering  terdengar adalah kurangnya lagu-lagu baru dan repertoire yg up to date  menyebabkan mereka mengulang-ulangi nyanyian yg lama.
Apakah keluhan ini benar? Memang keluhan ini benar, tetapi sebagian  kecil saja. Sebab kita tidak berani memakai nyanyian baru yg mempunyai  akord-akord yg modern dan sedang ”in” saat ini. Kita semua takut kalau  dianggap tidak becus menyanyikan musik-musik standard dari Eropa yg  telah dakui sebagai yg terbaik dan paling cocok untuk musik gereja. 
Sampai-sampai kita lupa bahwa dunia di sekeliling kita telah berubah,  dan tidak banyak lagi orang yg dapat menikmati dan mencernakan musik yg  kita bawakan.
Jika kita kembali kepada peranan Gereja dan musik yg sejalan, maka  kita harus mengintrospeksi diri sendiri mengenai musik-musik yg kita  sajikan kepada sidang. Pertama-tama kita harus ingat musik itu harus  dapat menolong jemaat untuk mengalami ibadah yg benar, jadi mereka harus  mengerti apa yg mereka dengar atau nyanyikan. Sebab itu berilah mereka  nyanyian yg dapat mereka nikmati sehingga menolong mereka untuk melihat  kebenaran Allah dan menyadari dirinya sebagai manusia yg memerlukan  Allah. Yang kedua, kita harus ingat musik termasuk cabang seni. Dan  harus kita ingat juga bahwa seni tidak pernah mandeg, tetapi terus  berkembang. Tidak mungkin untuk membendung atau mencegah  perkembangannya. Jalan satu-satunya : Janganlah mencoba untuk membendung  atau menolaknya, tetapi ikutilah alirannya tanpa harus tenggelam di  dalamnya. 
Hanya degan cara inilah kita dapat kembali menempatkan musik  pada proporsi yg sebenarnya di dalam gereja tanpa membingungkan dan  membosankan pendengar atau penyanyi.