labelku

Memimpin Pujian dan Penyembahan dengan Kreatif




Memimpin pujian dan penyembahan adalah sebuah seni, sesuatu yang bisa dipelajari. Memimpin pujian bukanlah sebuah talenta atau karunia, karena setiap kita dipanggil menjadi seorang penyembah.


Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu tahu dulu apakah pujian dan penyembahan itu sendiri bagi kita. Teknik memimpin pujian sebenarnya mudah, tetapi prinsip dan konsepnya itu yang jauh lebih berharga untuk bisa dipahami. Namun, sayangnya banyak pemimpin pujian saat ini hanya mementingkan teknik (misalnya, kode tangan untuk ke versechorusending, dan sebagainya). Jika hanya itu yang kita lakukan, pemusik dunia pun melakukan hal yang sama. Yang membuat kita berbeda adalah kita memuji dan menyembah Tuhan.


Jika boleh jujur dengan diri sendiri, dalam pikiran kita, pujian kita konotasikan sebagai lagu cepat, dan penyembahan sebagai lagu pelan. Namun, tanpa kita sadari juga, kita bisa menyembah Tuhan dengan lagu yang cepat dan memuji Tuhan dengan lagu pelan, atau bahkan tanpa lagu dan musik sekalipun. Seringkali kita terjebak dengan pikiran bahwa memuji dan menyembah Tuhan berhubungan dengan lagu cepat dan lagu pelan. Kita harus bisa mengubah pola pikir kita terhadap konsep pujian dan penyembahan yang sesungguhnya. Sebab jika kita berpikir pujian dan penyembahan hanyalah perkara lagu cepat dan lagu pelan, maka jemaat pun akan memikirkan hal yang sama.



Seorang pemimpin tidak akan bisa pergi memimpin/membawa orang lain ke tempat yang dia sendiri belum pernah pergi. ~ Sidney Mohede


Banyak pemimpin pujian berkata bahwa dia akan membawa masuk jemaat masuk ke hadirat Tuhan. Ironisnya dia tidak tahu atau belum pernah merasakan pribadi hadirat Tuhan itu seperti apa, sebab yang dia tahu hanya soal lagu dan teknik. Semakin kita sering memimpin pujian, kita akan sadar bahwa memimpin pujian adalah sebuah seni mengikuti Roh Kudus, seni mengikuti tuntunan Roh Kudus, dan ini tidak akan pernah bisa diajarkan. Hubungan dengan Roh Kudus tidak akan pernah terjadi dalam waktu instan, semuanya perlu waktu dan proses. Saat kita sedang menyembah, memimpin pujian, kita harus membangun komunikasi dengan Roh Kudus dan bertanya apa yang Roh Kudus ingin kita lakukan dalam pujian dan penyembahan ini.


Apa yang kita lakukan di depan banyak orang saat memimpin pujian dan penyembahan adalah cerminan dari apa yang kita lakukan saat memuji dan menyembah Tuhan sendirian, tanpa ada yang melihat. Banyak di antara pemimpin pujian dan penyembahan yang tergila-gila dengan banyaknya orang yang melihat, sehingga memimpin pujian dan penyembahan di atas mimbar hanya menjadi kedok atau topeng. Banyak dari mereka yang ketika memimpin pujian dan penyembahan hanya memikirkan tentang diri sendiri, berapa banyak persembahan kasih yang bisa didapatkan, dan sebagainya.


PENYEMBAHAN adalah semua yang kita miliki, kita memberikannya untuk Tuhan.

Ingat bahwa kekristenan bukan sebuah pelayanan, kekristenan adalah sebuah kehidupan. Yesus sendiri berkata bahwa Dia datang untuk memberi kita hidup dan hidup yang berkelimpahan. Yesus tidak pernah berkata bahwa Dia datang untuk memberi kita pelayanan dan pelayanan.

Kekristenan tidak berbicara tentang apa yang kita lakukan sepanjang pelayanan di hari Minggu, tetapi apa yang kita lakukan setiap hari, apakah kita sudah menjadi teladan, apakah kita menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab di mana pun kita ditempatkan. Percuma jika pelayanan kita maksimal dan baik, tetapi kita justru menjadi batu sandungan bagi teman-teman kita, jarang berada di rumah, tidak menjadi berkat di tempat kerja, dan sebagainya.


Teknik memimpin pujian dan penyembahan sangatlah bisa dipelajari, namun konsep dasar pujian dan penyembahan—yaitu mengenai hubungan kita pribadi dengan Tuhan, dengan Roh Kudus—tidak bisa dipelajari. Inti dari pujian dan penyembahan bukanlah tentang kita. Banyak dari kita yang mengukur keberhasilan memimpin pujian-penyembahan dengan seberapa hadirat Tuhan bisa dirasakan jemaat. Dan, saat kita merasa bahwa pujian-penyembahan dalam suatu ibadah itu biasa-biasa, kita menjadi waspada sebab pusat dari ibadah itu bukan lagi Tuhan, tetapi kepada pemimpin pujian penyembahan sendiri. Ada tidaknya hadirat Tuhan akhirnya ditentukan dari kekuatan dan kemampuan tim pujian-penyembahan yang melayani, bukan karena Tuhan. Tidak ada yang bisa kita lakukan tanpa hadirat Tuhan di hidup kita. Apapun teknik yang kita lakukan, tanpa kita mengerti prinsip dasar ini, tidak akan ada gunanya.


Dalam mengerti sebuah teknik memimpin pujian dan penyembahan, kita harus memahami pentingnya keseimbangan antara kemampuan dan urapan Tuhan. Sekedar pandai bernyanyi atau pandai bermusik tidak cukup untuk menjadi pemimpin pujian dan penyembahan. Banyak dari kita yang tidak mau mengejar urapan dari Tuhan, sebab diperlukan harga yang harus dibayar untuk mendapatkan urapan. Untuk mendapatkan urapan diperlukan sebuah hubungan yang harus terus-menerus dibangun bersama Tuhan. Apakah kita sudah cukup berani membayar harga untuk mendapatkan urapan tersebut?





Sumber: 
Rangkuman Workshop “Worship Leading” Unlimited Worship Conference 2009 (www.penyembah.com)