“Tujuh kali dalam sehari aku memuji-muji Engkau, karena hukum-hukum-Mu yang adil.” Mazmur 119:164
Saat menghadapi masalah atau beban yang berat hati kita biasanya menjadi sangat keruh dan tidak berdaya; belum berperang kita merasa sudah kalah lebih dulu. Hati yang terasa gelap akhirnya berdampak terhadap sikap dan tindakan, kita menjadi enggan berdoa, apalagi memuji-muji Tuhan. Kita tenggelam dalam masalah. Saat mata terbuka di pagi hari pikiran kira sudah langsung tertuju pada masalah itu. Kita bingung dan seolah-oleh tidak mempunyai kekuatan sedikitpun untuk menghadapi hari itu.
Dalam keadaan demikian mari kita memaksa hati dan jiwa kita untuk bangkit menghadap takhtaNya, seperti kada Daud kepada dirinya sendiri, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (Mazmur 43:5). Daud memaksa hati dan jiwanya untuk bangkit dan berharap penuh kepada Tuhan, bahkan Daud memuji-muji Tuhan tujuh kali dalam sehari!
Bagaimana dengan kita? Berapa kali memuji-muji Tuhan dalam sehari? Dalam keadan baik dan sehat saja kita jarang mau memuji Tuhan, apalagi dalam keadaan susah atau berbeban berat, serasa bibir kita terkatup. Seringkali kita mengabaikan pentingnya puji-pujian itu. Nyanyian pujian yang kita angkat dengan kesungguhan hati akan menggugah berkat Tuhan turun atas kita. Ada rahasia besar yang menimbulkan kekuatan dalam puji-pujian, yang dialami oleh Daud ketika ia berada dalam ketakutan dan kesusahan.
“Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar!” (Mazmur 57:8-9).
Menaikkan pujian bagi Tuhan tidak sekedar keluar dari mulut saja, tetapi harus dari dasar hati. Ketika itulah Daud mula-mula menyiapkan hatinya sebelum ia bermazmur bagi Tuhan. Kalau kita larut dalam ketakutan dan kesedihan, hati kita menjadi malas dan gelap seperti pekatnya malam. Dengan membangunkan hati dan jiwanya dengan puji-pujian, Daud juga hendak membangunkan ‘fajar’ dalam hati dan jiwanya yang sedang gelap.
Dalam keadaan demikian mari kita memaksa hati dan jiwa kita untuk bangkit menghadap takhtaNya, seperti kada Daud kepada dirinya sendiri, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (Mazmur 43:5). Daud memaksa hati dan jiwanya untuk bangkit dan berharap penuh kepada Tuhan, bahkan Daud memuji-muji Tuhan tujuh kali dalam sehari!
Bagaimana dengan kita? Berapa kali memuji-muji Tuhan dalam sehari? Dalam keadan baik dan sehat saja kita jarang mau memuji Tuhan, apalagi dalam keadaan susah atau berbeban berat, serasa bibir kita terkatup. Seringkali kita mengabaikan pentingnya puji-pujian itu. Nyanyian pujian yang kita angkat dengan kesungguhan hati akan menggugah berkat Tuhan turun atas kita. Ada rahasia besar yang menimbulkan kekuatan dalam puji-pujian, yang dialami oleh Daud ketika ia berada dalam ketakutan dan kesusahan.
“Hatiku siap, ya Allah, hatiku siap; aku mau menyanyi, aku mau bermazmur. Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku mau membangunkan fajar!” (Mazmur 57:8-9).
Menaikkan pujian bagi Tuhan tidak sekedar keluar dari mulut saja, tetapi harus dari dasar hati. Ketika itulah Daud mula-mula menyiapkan hatinya sebelum ia bermazmur bagi Tuhan. Kalau kita larut dalam ketakutan dan kesedihan, hati kita menjadi malas dan gelap seperti pekatnya malam. Dengan membangunkan hati dan jiwanya dengan puji-pujian, Daud juga hendak membangunkan ‘fajar’ dalam hati dan jiwanya yang sedang gelap.
“Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian kepada-Nya tetap di dalam mulutku.” Mazmur 34:2