Gereja yang tidak bernyanyi bukanlah gereja.- Karl Barth
Judul  pokok bahasan ini memiliki pengharapan yang tidak muluk-muluk. Pelayan  musik yang diperlukan adalah yang "ideal" bukan yang sempurna. Yang  ideal memang bukanlah yang sempurna. Kata "ideal" berarti sesuai dengan  apa yang dikehendaki atau yang dicita-citakan.[1]  Namun pertanyaannya sekarang adalah berdasarkan "keinginan" dan  "kehendak" siapa? Berdasarkan sudut pandang dan patokan siapa?  Berdasarkan patokan diri sendiri, jemaat, atau Allah?
HAKIKAT PELAYAN MUSIK GEREJA
Menjadi  pelayan musik gereja berarti menjadi orang yang melayani Allah pada  seksi musik di dalam gereja (ekklesia - persekutuan orang percaya).  Orang yang melayani musik gereja adalah pelayan Allah karena Kepala  Gereja adalah Kristus. Jadi siapa pun ia dalam jajaran pelayanan di  dalam gereja (termasuk Pendeta dan Presbiter lainnya) ditilik, dinilai,  dan diamati pertama-tama berdasarkan sudut pandang Allah. Dan sudut  pandang Allah diuraikan dengan jelas dalam Alkitab. Pada prinsipnya baik  pelayan Kategorial, pelayan Sakramen, pelayan Musik memiliki kesamaan  lebih banyak daripada perbedaannya. Alasannya adalah mereka semua adalah  pelayan Allah, dan yang membedakannya hanyalah uraian tugasnya saja.  Sehingga secara khusus pelayan musik gereja tidak dinilai dari  kecanggihannya memainkan musik dan keindahannya menyanyikan lagu dengan  tepat sesuai partitur dan terdengar harmonis, tetapi pada pribadinya  sebagai seorang pelayan. Akibatnya nas yang diperlukan seorang pelayan  musik gereja sama dengan nas yang dibutuhkan oleh seorang pendeta,  seorang penatua dan diaken, seorang pelayan komisi lainnya.
Dalam Kol 3:16 tertulis:
Hendaklah  perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu,  sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan  yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian  rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.
Pakar  PAK Indonesia, Andar Ismail, menguraikan bahwa teks serta terjemahan  "dan sambil" di ayat itu sebenarnya bisa diartikan sebagai "dengan",  sehingga ayat ini berbunyi: "ajarlah  dan tegurlah ... dengan mazmur,  puji-pujian dan nyanyian rohani". Ayat ini memang mau memperlihatkan  bahwa nyanyian mempunyai fungsi didaktis dalam menanamkan Firman  Kristus. Bahkan dalam Efesus 5:18-19 di situ tertulis,  "...berkata-katalah seseorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung  puji-pujian dan nyanyian rohani". Perhatikanlah bahwa pengarang Efesus  mengganti kata ajar dan tegur menjadi "berkata-katalah". Kedua ayat dari  abad pertama ini menunjukkan bahwa awalnya gereja memandang nyanyian  sebagai sarana belajar dan mengajar tentang Kristus.[2]
Andar Ismail melanjutkan tulisannya:
Dengan  prinsip itu kita melihat bahwa segala sesuatu yang bersangkutan dengan  musik gereja mempunyai fungksi hakiki sebagai pemampu yang memampukan  umat bernyanyi. Jadi, jika seorang solois atau koor bernyanyi maka  fungsi hakikinya sebenarnya adalah memampukan umat bernyanyi. Ini sama  sekali bukan berarti bahwa setelah solo atau koor itu umat harus  menyanyikan lagu yang sama. Yang dimaksud adalah bahwa tugas solois atau  koor bukanlah sekedar menghibur umat, melainkan memberi contoh,  topangan, dan dorongan kepada umat untuk bernyanyi dengan benar. Hal ini  berlaku juga untuk pemain musik.[3]
Sekarang  bila kita sepakat bila hakikat pelayan musik gereja adalah pelayan itu  sendiri, maka marilah bersama-sama kita memperhatikan hal-hal apa saja  yang diperlukan oleh seorang yang disebut pelayan itu:
a. Pengertian yang mendalam terhadap firman AllahPaulus dalam membentuk Timotius selaku pelayan muda di Efesus memesankan:
Dengan  selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau  akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam  soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti  selama ini.[4]
Bagaimana mungkin kita menjadi pelayan Allah bila kita tidak mengerti apa kehendak-Nya?
b. Memiliki relasi yang karib dengan AllahSelanjutnya Paulus berujar kepada Timotius:
7 Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah.
8 Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.[5]
8 Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.[5]
Melatih  diri beribadah sama artinya membiasakan diri secara kontinu membentuk  hubungan dengan Allah yang menimbulkan kekariban. Berdasarkan nas di  atas maka pelayan yang memiliki relasi karib dalam peribadahannya dengan  Allah memiliki dua keuntungan:
1.   mengenal dan mengalami janji Allah untuk hidup ini;
2.   mengenal dan mengalami janji Allah untuk hidup yang akan datang;
Orang  yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah adalah orang yang akan  belajar memandang segala sesuatu berdasarkan sudut pandang Allah.  Kedekatannya dengan Allah membuat pelayan tersebut makin mengenal Allah  (knowing Jesus).
c. Karakter Yang Terpuji
Karakter Pemuji Allah pada prinsipnya adalah karakter seorang pelayan Allah. Dan Paulus menasihatkan khususnya pelayan muda:
Jangan  seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan  bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu,  dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.[6]
Penuturan  Paulus ini disatu sisi ingin meneguhkan bahwa kemudaan bukan halangan  bagi pelayanan tetapi tetap harus ada yang dapat dipakai untuk memukau  orang (secara positif) yakni dengan menjadi teladan yang terkandung  dalam karakter sekaligus mencerminkan karakter. Teladan yang diharapkan  hadir dalam diri Timotius bukan karena kemudaannya tetapi karena ia  adalah seorang pelayan Allah. Teladan tersebut mencakup: perkataan,  tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan kesucian.
PerkataanMilikilah  perkataan yang menjadi perkataan. Perkataan yang tajam tetapi tidak  melukai. Perkataan yang tepat pada sasarannya tanpa melukai orang lain.
Tingkah Laku
Memang  Allah tidak memandang rupa tetapi melihat hati. Namun hal itu bukan  berarti tidak ada kesejajaran antara hati dan tingkah laku. Akan  terlihat begitu membingungkan bila hati seseorang yang katanya baik  dalam penjabaran dalam tingkah laku justru sangat memuakkan.
KesetiaanKesetiaan  adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Bahkan kelompok kejahatan  sekalipun menuntut kesetiaan di antara pengikutnya. Kesetiaan pelayan  Tuhan tidak hanya dibuktikan pada keteguhan memegang komitmen pelayanan  tetapi juga pada keteguhan berpihak pada kebenaran. Kata lain dari  kesetiaan adalah integritas yang menunjukkan nilai kita yang tetap  sekalipun berpindah-pindah konteks hidup.
Kasih
Tanda  dari pelayanan yang sejati adalah kasih, bukan kekuasaan, keberhasilan  atau kebesaran pelayanan. Keberhasilan dan kekuasaan tanpa kasih sama  artinya dengan sebuah pelayanan yang telah meninggalkan hukum Kristus  yang terutama dan pertama.
Kesucian
Sulit  melihat kesucian dalam dunia yang serba relatif dan memudar. Kesucian  hanya dianggap mimpi utopis. Namun kesulitan yang ada bukan alasan atau  halangan seseorang membuktikan apa yang dituntut Tuhan: "sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus" (I Pet 1:16).
d. Profesional Dalam Karya dan Pelayanan
Kata  ini sudah dipahami dengan keliru oleh kebanyakan orang. Profesional  sering dianggap lawannya amatir dan terkesan bayaran. Padahal yang  dimaksud dengan kata tersebut di sini adalah: cakap di bidangnya.  Pelayan musik gereja bukanlah orang yang sekedar memiliki minat dan  bakat musik tetapi mereka yang benar-benar mengembangkan talenta dan  minatnya itu dalam bentuk pelatihan yang menimbulkan kecakapan. Paulus  memerintahkan Timotius untuk tidak lalai mempergunakan karunia yang ada  padanya dalam pelayanan:
Jangan lalai dalam mempergunakan  karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan  dengan penumpangan tangan sidang penatua.[7]
Perintah  Paulus ini mengandung makna tersirat agar Timotius terus melakukan  pelatihan yang kelak akan menghasilkan kecakapan atau profesionalitas.  Hasil dari pelatihan itu tentunya tidak menjadi sesuatu yang tidak dapat  dinilai atau diukur malah sebaliknya hal itu justru menjadi satu bentuk  kemajuan yang memajukan pelayanan jemaat itu sendiri:
Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang.[8]
Dalam  upaya meningkatkan profesionalitas pelayaan dibutuhkan ruang dan waktu  belajar yang memadai, kerja keras, ketekunan, dan menghancurkan rasa  puas diri. Pelayanan menghabiskan waktu untuk terus-menerus mengobarkan  api bukan untuk memadamkannya.(II Tim 1:6).
e. Siap Sedia Melakukan Evaluasi Diri dan Antisipasi
Paulus dalam pesannya kepada Timotius tidak melupakan unsur pengawasan dan evaluasi terhadap diri sendiri. Paulus menulis:
Awasilah  dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu,  karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan  semua orang yang mendengar engkau.[9]
Disamping  melakukan evaluasi yang mengantar pada perbaikan, ada yang perlu dibuat  pula sehubungan dengan hal ini yakni melakukan antisipasi. Dengan  senantiasa memperbaiki kekurangan-kekurangan maka dampak yang negatif ke  pelayanan-pelayanan di masa depan dapat diminimalkan.
Dalam  upaya melakukan pemeriksaan diri atau otokritik di situ dijumpai  kebesaran jiwa dan kerendahan hati. Ingatlah kesombongan adalah penyebab  utama kehancuran dalam pelayanan dalam segi apa pun.
Pelayan Musik Gereja Sebagai Penyembah Allah
Saat  seorang pelayan sedang menjalankan tugasnya maka ia sedang mengerjakan  dua dimensi pelayanan baik yang bersifat vertikal maupun horisontal.  Namun yang senantiasa menjadi kelemahan di banyak gereja adalah  penekanan yang terlalu berat pada dimensi horisontal. Bagaimana  pelayanan itu menyenangkan mereka yang duduk di bangku gereja. Padahal  dimensi vertikal adalah pelayanan terhadap sang Kepala Gereja sendiri  sering kurang mendapat perhatian.
Pelayan Musik Gereja adalah  penyembah Allah. Dan saat pelayan musik gereja sedang menjalankan  tugasnya maka ia tidak hanya memandu atau mengiringi lagu bagi jemaat  tetapi ia juga sedang menyembah Allah bersama jemaat. Tommy Tenney  menyatakan bahwa: "Penyembahan adalah suatu proses saat anda mengulurkan  lengan-lengan anda ke langit sebagai tanda penyerahan."[10]  Selanjutnya bahkan ia menulis bahwa: "peyembahan mempunyai kesanggupan  adikodrati untuk memperbaiki masalah-masalah penglihatan rohani kita dan  mengarahkan semuanya pada pusat perhatian surgawi.[11]  Penyembahan tidak saja menghadirkan kuasa Allah dalam ibadah tetapi  juga membuat ibadah tidak terpusat pada manusia dan penampilan manusia  tetapi kepada Allah. Jadi pelayan musik gereja tidak dapat dikategorikan  pelayan yang melayani asal jadi karena ia sedang melayani dua dimensi  yang sama-sama meminta pertanggungjawaban.
Pelayan Musik Sebagai Tim Pelayanan
Tim  Pelayanan mensyaratkan adanya beberapa orang yang diajak dan ditetapkan  sebagai pelayan-pelayan. Pelayanan musik gereja tidak memungkinkan  pelayanan dikerjakan oleh satu orang saja. Bila tim tidak bekerja  sebagai tim tetapi bekerja secara individual maka sekalipun ada yang  bekerja dalam kelompok pelayan musik gereja tetap saja disebut dengan  pelayanan individual.
Kita sadar bersama bahwa kurangnya kesatuan  dalam gereja telah menjadi salah satu penyebab mengapa gereja tersebut  tidak mengalami kebangunan dan pertumbuhan. Hal itu pun berlaku bagi  komisi musik gereja. Bila kita merindukan adanya pelayanan-pelayanan  yang semakin maju dan semakin besar maka ada harga yang harus dibayar  pula yakni: dituntut adanya sebuah kesatuan yang besar pula.  Ketidaksatuan menjual kredibilitas kita. Sehingga tidak beralasan bagi  dunia untuk percaya bahwa kita berasal dari Allah jika kita bertindak  seperti Iblis.[12]
Kesatuan  diperlukan dalam kesatuan tim sehingga saling melengkapi dan saling  menopang. Tidak ada yang memegahkan diri. Bila satu sakit semua sakit,  dan bila satu dihormati semua turut dihormati (I Kor 12).
Pelayan Musik Berorientasi Pada Jiwa Bukan Program
Orientasi  pelayanan kita adalah jiwa bukan program. Program adalah alat bantu  mencapai orientasi tersebut. Dalam setiap kesempatan pelayanan hendaknya  seluruh pelayan berpikir bahwa pelayanannya menjadi satu kesatuan  dengan pemberita Firman Allah untuk menyelamatkan jiwa dan bukan sekedar  pemenuhan jadwal yang telah ditetapkan. Bila para pelayan musik gereja  berorientasi pada jiwa, maka semua yang terlibat di dalamnya tidak akan  pernah merasa bila mereka hanyalah pelayan pelengkap dalam sebuah  ibadah.
Pada prinsipnya pertemuan ini dimaksudkan agar semua yang  menyebut dirinya pelayan terus dibangun dan meraih kemajuan dan bukan  berkanjang kepada kemunduran dan kegagalan. Kita semua tentu teringat  akan kata-kata Larry Keefauver yang menyatakan bahwa: "Pelayanan  menghabiskan waktu untuk membangun berdasarkan kekuatan yang ada dan  bukan menutupi kelemahan".
[1] Tim Redaksi KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2002).[2] Andar Ismail, Selamat Melayani Tuhan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 16-17.[3] Ibid.[4] I Tim 4:6 (bagian yang ditebalkan adalah tambahan)[5] I Tim 4:7-8[6] I Tim 4:12[7] I Tim 4:14[8] I Tim 4:15[9] I Tim 4:16[10] Tommy Tenney, God's Eyeview (Jakarta: Immanuel, 2003), 2.[11] Ibid., 8.[12] Tommy Tenney, Tim Impian Tuhan (Jakarta: Immanuel, 2000), 30.
Sumber: http://dapetza2007.blogspot.com