Terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemulian Allah. (Roma 15:7)
Siapakah yang lebih bijaksana? Orang yang menyatakan bahwa dirinya lebih pandai dari orang lain, atau orang yang dengan rendah hati mengijinkan orang lain merendahkan martabatnya-sementara di dalam hatinya ia tahu kebenaran yang sesungguhnya? Melalui kisah hari ini tentang Eubie Blake, seorang pemusik jazz yang besar, mari kita lihat siapa yang lebih bijaksana.
Ketika jazz masih merupakan sesuatu hal yang baru bagi beliau, tidak banyak para pemain yang tahu membaca musik. Mereka yang dapat melakukannya dijuluki “Profesor”, dan kadang-kadang dicurigai. Akan tetapi, tentu ada banyak kekecualian, seperti seorang musikus cemerlang Afrika-Amerika bernama Eubie Blake, yang dapat membaca dan membuka dan mengubah musik dengan mudahnya.
Namun, masa-masa awal pada waktu itu penuh dengan prasangka dan kefanatikan sehingga beberapa orang kulit putih pemilik klub-klub jazz tidak bisa percaya bahwa seorang kulit hitam dapat begitu terdidik atau begitu pandai. Blake mengingat: “Pada masa-masa itu, para musisi Negro bahkkan tidak disarankan untuk membaca musik.”.Para pemilik klub-klub seolah-olah merasa terancam jika seorang musikus kulit hitam dapat melakukan hal tersebut sebaik para musisi kulit putih.
Blake bisa saja mempertontonkan kemampuannya membaca musik. Sayangnya hal itu bisa menyebabkan band-nya dipecat.Sebagai gantinya, ia memilih sebuah gagasan untuk lebih merendah . Ditempatkannya anggota-anggota band-nya di depan penyangga partitur musik lalu bermain secara memesona. “Kami harus berbuat seolah-olah tidak bisa membaca,” ia menjelaskan, “kemudian mereka kagum melihat bahwa kami bisa bermain, dan mereka berpikir bahwa semua itu kami pelajari dengan cara mendengar.” Karena para pemilik klub berpikir bahwa band Blake tidak dapat membaca musik, maka mereka lebih lagi dipuji karena menghapalkan seluruh musik yang mereka pertunjukkan! Hal itu mengangkat reputasi serta kesuksesan band mereka, sementara Blake serta teman-temannya senyum- senyum saja.
Pilihan Blake tersebut, yang diambil dengan pendekatan kerendahan hati, berujung manis. Ia mendapat upah lebih besar ketimbang jika ia memilih memportontonkan kemampunannya. Allah memperhatikan kita ketika kita bertindak rendah hati dan penuh kasih, serta melayani orang lain. Dan walaupun mungkin kita tidak menerima upah disini, di bumi, untuk pelayanan yang demikian, kita akan menerima upah didalam kekekalan.
Sumber: Roy Napitupulu