Judul pokok bahasan ini memiliki pengharapan yang tidak muluk-muluk. Pelayan musik yang diperlukan adalah yang "ideal" bukan yang sempurna. Yang ideal memang bukanlah yang sempurna. Kata "ideal" berarti sesuai dengan apa yang dikehendaki atau yang dicita-citakan.[1] Namun pertanyaannya sekarang adalah berdasarkan "keinginan" dan "kehendak" siapa? Berdasarkan sudut pandang dan patokan siapa? Berdasarkan patokan diri sendiri, jemaat, atau Allah?
HAKIKAT PELAYAN MUSIK GEREJA
Menjadi pelayan musik gereja berarti menjadi orang yang melayani Allah pada seksi musik di dalam gereja (ekklesia - persekutuan orang percaya). Orang yang melayani musik gereja adalah pelayan Allah karena Kepala Gereja adalah Kristus. Jadi siapa pun ia dalam jajaran pelayanan di dalam gereja (termasuk Pendeta dan Presbiter lainnya) ditilik, dinilai, dan diamati pertama-tama berdasarkan sudut pandang Allah. Dan sudut pandang Allah diuraikan dengan jelas dalam Alkitab. Pada prinsipnya baik pelayan Kategorial, pelayan Sakramen, pelayan Musik memiliki kesamaan lebih banyak daripada perbedaannya. Alasannya adalah mereka semua adalah pelayan Allah, dan yang membedakannya hanyalah uraian tugasnya saja. Sehingga secara khusus pelayan musik gereja tidak dinilai dari kecanggihannya memainkan musik dan keindahannya menyanyikan lagu dengan tepat sesuai partitur dan terdengar harmonis, tetapi pada pribadinya sebagai seorang pelayan. Akibatnya nas yang diperlukan seorang pelayan musik gereja sama dengan nas yang dibutuhkan oleh seorang pendeta, seorang penatua dan diaken, seorang pelayan komisi lainnya.
Dalam Kol 3:16 tertulis:
Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.
Pakar PAK Indonesia, Andar Ismail, menguraikan bahwa teks serta terjemahan "dan sambil" di ayat itu sebenarnya bisa diartikan sebagai "dengan", sehingga ayat ini berbunyi: "ajarlah dan tegurlah ... dengan mazmur, puji-pujian dan nyanyian rohani". Ayat ini memang mau memperlihatkan bahwa nyanyian mempunyai fungsi didaktis dalam menanamkan Firman Kristus. Bahkan dalam Efesus 5:18-19 di situ tertulis, "...berkata-katalah seseorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian dan nyanyian rohani". Perhatikanlah bahwa pengarang Efesus mengganti kata ajar dan tegur menjadi "berkata-katalah". Kedua ayat dari abad pertama ini menunjukkan bahwa awalnya gereja memandang nyanyian sebagai sarana belajar dan mengajar tentang Kristus.[2]
Andar Ismail melanjutkan tulisannya:
Dengan prinsip itu kita melihat bahwa segala sesuatu yang bersangkutan dengan musik gereja mempunyai fungksi hakiki sebagai pemampu yang memampukan umat bernyanyi. Jadi, jika seorang solois atau koor bernyanyi maka fungsi hakikinya sebenarnya adalah memampukan umat bernyanyi. Ini sama sekali bukan berarti bahwa setelah solo atau koor itu umat harus menyanyikan lagu yang sama. Yang dimaksud adalah bahwa tugas solois atau koor bukanlah sekedar menghibur umat, melainkan memberi contoh, topangan, dan dorongan kepada umat untuk bernyanyi dengan benar. Hal ini berlaku juga untuk pemain musik.[3]
Sekarang bila kita sepakat bila hakikat pelayan musik gereja adalah pelayan itu sendiri, maka marilah bersama-sama kita memperhatikan hal-hal apa saja yang diperlukan oleh seorang yang disebut pelayan itu:
a. Pengertian yang mendalam terhadap firman AllahPaulus dalam membentuk Timotius selaku pelayan muda di Efesus memesankan:
Dengan selalu mengingatkan hal-hal itu kepada saudara-saudara kita, engkau akan menjadi seorang pelayan Kristus Yesus yang baik, terdidik dalam soal-soal pokok iman kita dan dalam ajaran sehat yang telah kauikuti selama ini.[4]
Bagaimana mungkin kita menjadi pelayan Allah bila kita tidak mengerti apa kehendak-Nya?
b. Memiliki relasi yang karib dengan AllahSelanjutnya Paulus berujar kepada Timotius:
7 Tetapi jauhilah takhayul dan dongeng nenek-nenek tua. Latihlah dirimu beribadah.
8 Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang.[5]
Melatih diri beribadah sama artinya membiasakan diri secara kontinu membentuk hubungan dengan Allah yang menimbulkan kekariban. Berdasarkan nas di atas maka pelayan yang memiliki relasi karib dalam peribadahannya dengan Allah memiliki dua keuntungan:
1. mengenal dan mengalami janji Allah untuk hidup ini;
2. mengenal dan mengalami janji Allah untuk hidup yang akan datang;
Orang yang senantiasa mendekatkan diri kepada Allah adalah orang yang akan belajar memandang segala sesuatu berdasarkan sudut pandang Allah. Kedekatannya dengan Allah membuat pelayan tersebut makin mengenal Allah (knowing Jesus).
c. Karakter Yang Terpuji
Karakter Pemuji Allah pada prinsipnya adalah karakter seorang pelayan Allah. Dan Paulus menasihatkan khususnya pelayan muda:
Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.[6]
Penuturan Paulus ini disatu sisi ingin meneguhkan bahwa kemudaan bukan halangan bagi pelayanan tetapi tetap harus ada yang dapat dipakai untuk memukau orang (secara positif) yakni dengan menjadi teladan yang terkandung dalam karakter sekaligus mencerminkan karakter. Teladan yang diharapkan hadir dalam diri Timotius bukan karena kemudaannya tetapi karena ia adalah seorang pelayan Allah. Teladan tersebut mencakup: perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan kesucian.
PerkataanMilikilah perkataan yang menjadi perkataan. Perkataan yang tajam tetapi tidak melukai. Perkataan yang tepat pada sasarannya tanpa melukai orang lain.
Tingkah Laku
Memang Allah tidak memandang rupa tetapi melihat hati. Namun hal itu bukan berarti tidak ada kesejajaran antara hati dan tingkah laku. Akan terlihat begitu membingungkan bila hati seseorang yang katanya baik dalam penjabaran dalam tingkah laku justru sangat memuakkan.
KesetiaanKesetiaan adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Bahkan kelompok kejahatan sekalipun menuntut kesetiaan di antara pengikutnya. Kesetiaan pelayan Tuhan tidak hanya dibuktikan pada keteguhan memegang komitmen pelayanan tetapi juga pada keteguhan berpihak pada kebenaran. Kata lain dari kesetiaan adalah integritas yang menunjukkan nilai kita yang tetap sekalipun berpindah-pindah konteks hidup.
Kasih
Tanda dari pelayanan yang sejati adalah kasih, bukan kekuasaan, keberhasilan atau kebesaran pelayanan. Keberhasilan dan kekuasaan tanpa kasih sama artinya dengan sebuah pelayanan yang telah meninggalkan hukum Kristus yang terutama dan pertama.
Kesucian
Sulit melihat kesucian dalam dunia yang serba relatif dan memudar. Kesucian hanya dianggap mimpi utopis. Namun kesulitan yang ada bukan alasan atau halangan seseorang membuktikan apa yang dituntut Tuhan: "sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus" (I Pet 1:16).
d. Profesional Dalam Karya dan Pelayanan
Kata ini sudah dipahami dengan keliru oleh kebanyakan orang. Profesional sering dianggap lawannya amatir dan terkesan bayaran. Padahal yang dimaksud dengan kata tersebut di sini adalah: cakap di bidangnya. Pelayan musik gereja bukanlah orang yang sekedar memiliki minat dan bakat musik tetapi mereka yang benar-benar mengembangkan talenta dan minatnya itu dalam bentuk pelatihan yang menimbulkan kecakapan. Paulus memerintahkan Timotius untuk tidak lalai mempergunakan karunia yang ada padanya dalam pelayanan:
Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua.[7]
Perintah Paulus ini mengandung makna tersirat agar Timotius terus melakukan pelatihan yang kelak akan menghasilkan kecakapan atau profesionalitas. Hasil dari pelatihan itu tentunya tidak menjadi sesuatu yang tidak dapat dinilai atau diukur malah sebaliknya hal itu justru menjadi satu bentuk kemajuan yang memajukan pelayanan jemaat itu sendiri:
Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang.[8]
Dalam upaya meningkatkan profesionalitas pelayaan dibutuhkan ruang dan waktu belajar yang memadai, kerja keras, ketekunan, dan menghancurkan rasa puas diri. Pelayanan menghabiskan waktu untuk terus-menerus mengobarkan api bukan untuk memadamkannya.(II Tim 1:6).
e. Siap Sedia Melakukan Evaluasi Diri dan Antisipasi
Paulus dalam pesannya kepada Timotius tidak melupakan unsur pengawasan dan evaluasi terhadap diri sendiri. Paulus menulis:
Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.[9]
Disamping melakukan evaluasi yang mengantar pada perbaikan, ada yang perlu dibuat pula sehubungan dengan hal ini yakni melakukan antisipasi. Dengan senantiasa memperbaiki kekurangan-kekurangan maka dampak yang negatif ke pelayanan-pelayanan di masa depan dapat diminimalkan.
Dalam upaya melakukan pemeriksaan diri atau otokritik di situ dijumpai kebesaran jiwa dan kerendahan hati. Ingatlah kesombongan adalah penyebab utama kehancuran dalam pelayanan dalam segi apa pun.
Pelayan Musik Gereja Sebagai Penyembah Allah
Saat seorang pelayan sedang menjalankan tugasnya maka ia sedang mengerjakan dua dimensi pelayanan baik yang bersifat vertikal maupun horisontal. Namun yang senantiasa menjadi kelemahan di banyak gereja adalah penekanan yang terlalu berat pada dimensi horisontal. Bagaimana pelayanan itu menyenangkan mereka yang duduk di bangku gereja. Padahal dimensi vertikal adalah pelayanan terhadap sang Kepala Gereja sendiri sering kurang mendapat perhatian.
Pelayan Musik Gereja adalah penyembah Allah. Dan saat pelayan musik gereja sedang menjalankan tugasnya maka ia tidak hanya memandu atau mengiringi lagu bagi jemaat tetapi ia juga sedang menyembah Allah bersama jemaat. Tommy Tenney menyatakan bahwa: "Penyembahan adalah suatu proses saat anda mengulurkan lengan-lengan anda ke langit sebagai tanda penyerahan."[10] Selanjutnya bahkan ia menulis bahwa: "peyembahan mempunyai kesanggupan adikodrati untuk memperbaiki masalah-masalah penglihatan rohani kita dan mengarahkan semuanya pada pusat perhatian surgawi.[11] Penyembahan tidak saja menghadirkan kuasa Allah dalam ibadah tetapi juga membuat ibadah tidak terpusat pada manusia dan penampilan manusia tetapi kepada Allah. Jadi pelayan musik gereja tidak dapat dikategorikan pelayan yang melayani asal jadi karena ia sedang melayani dua dimensi yang sama-sama meminta pertanggungjawaban.
Pelayan Musik Sebagai Tim Pelayanan
Tim Pelayanan mensyaratkan adanya beberapa orang yang diajak dan ditetapkan sebagai pelayan-pelayan. Pelayanan musik gereja tidak memungkinkan pelayanan dikerjakan oleh satu orang saja. Bila tim tidak bekerja sebagai tim tetapi bekerja secara individual maka sekalipun ada yang bekerja dalam kelompok pelayan musik gereja tetap saja disebut dengan pelayanan individual.
Kita sadar bersama bahwa kurangnya kesatuan dalam gereja telah menjadi salah satu penyebab mengapa gereja tersebut tidak mengalami kebangunan dan pertumbuhan. Hal itu pun berlaku bagi komisi musik gereja. Bila kita merindukan adanya pelayanan-pelayanan yang semakin maju dan semakin besar maka ada harga yang harus dibayar pula yakni: dituntut adanya sebuah kesatuan yang besar pula. Ketidaksatuan menjual kredibilitas kita. Sehingga tidak beralasan bagi dunia untuk percaya bahwa kita berasal dari Allah jika kita bertindak seperti Iblis.[12]
Kesatuan diperlukan dalam kesatuan tim sehingga saling melengkapi dan saling menopang. Tidak ada yang memegahkan diri. Bila satu sakit semua sakit, dan bila satu dihormati semua turut dihormati (I Kor 12).
Pelayan Musik Berorientasi Pada Jiwa Bukan Program
Orientasi pelayanan kita adalah jiwa bukan program. Program adalah alat bantu mencapai orientasi tersebut. Dalam setiap kesempatan pelayanan hendaknya seluruh pelayan berpikir bahwa pelayanannya menjadi satu kesatuan dengan pemberita Firman Allah untuk menyelamatkan jiwa dan bukan sekedar pemenuhan jadwal yang telah ditetapkan. Bila para pelayan musik gereja berorientasi pada jiwa, maka semua yang terlibat di dalamnya tidak akan pernah merasa bila mereka hanyalah pelayan pelengkap dalam sebuah ibadah.
Pada prinsipnya pertemuan ini dimaksudkan agar semua yang menyebut dirinya pelayan terus dibangun dan meraih kemajuan dan bukan berkanjang kepada kemunduran dan kegagalan. Kita semua tentu teringat akan kata-kata Larry Keefauver yang menyatakan bahwa: "Pelayanan menghabiskan waktu untuk membangun berdasarkan kekuatan yang ada dan bukan menutupi kelemahan".
[1] Tim Redaksi KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 3 (Jakarta: Balai Pustaka, 2002).[2] Andar Ismail, Selamat Melayani Tuhan (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 16-17.[3] Ibid.[4] I Tim 4:6 (bagian yang ditebalkan adalah tambahan)[5] I Tim 4:7-8[6] I Tim 4:12[7] I Tim 4:14[8] I Tim 4:15[9] I Tim 4:16[10] Tommy Tenney, God's Eyeview (Jakarta: Immanuel, 2003), 2.[11] Ibid., 8.[12] Tommy Tenney, Tim Impian Tuhan (Jakarta: Immanuel, 2000), 30.
Daniel Zacharias
education from womb to tomb